Taman Karya Madya Ekonomi

Sejarah Berdirinya Perguruan Tamansiswa Jakarta

03/10/2009 12:47
Sejarah berdirinya Perguruan Tamansiswa Cabang Jakarta

Atas permintaan penduduk dan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan rakyat di wilayah Kemayoran Ki Sarmidi Mangunsarkoro (Tokoh Tamansiswa dari Jogyakarta, ketika itu beliau menjabat Kepala HIS-Sekolah Dasar- Budi Utomo), dengan modal dana 500 gulden, Ki Sarmidi Mangunsarkoro bekerjasama dengan Ki Moh. Husni Thamrin -Tokoh Masyarakat Betawi-, pada tanggal 14 Juli 1929 mendirikan Perguruan Tamansiswa Cabang Jakarta dengan pimpinan Ki Moh. Husni Thamrin selaku Ketua Majelis Cabang dan Ki Sarmidi Mangunsarkoro selaku Ketua Majelis Perguruan. Diantara pengambil inisiatif pendirian Tamansiswa Jakarta antara lain Pak Angronsoedirdjo dan Basirun -warga masyarakat Kemayoran-. Tempat belajar untuk berguru di Perguruan Tamansiswa Cabang Jakarta terletak di Jalan Garuda No. 71 Kemayoran.

Anggota masyarakat yang tidak dapat menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah-sekolah yang didirikan Belanda karena tidak memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh penyelenggara sekolah, dapat menyekolahkan anaknya ke Perguruan Tamansiswa, bahkan banyak diantara siswanya adalah putera-putera pejuang kemerdekaan.

Walaupun kemudian ada larangan belajar oleh Pemerintah Hindia Belanda, sebagian besar para siswa dan orangtua murid tetap mempertahankan belajar di Perguruan Tamansiswa. Dengan semakin banyaknya warga masyarakat yang ingin menyekolahkan anaknya di Perguruan Tamansiswa, rencana semula yang hanya akan membuka Taman Anak dan Kursus Guru, kemudian ditambah dengan membuka juga Taman Muda ( SD kelas IV sampai dengan Kelas VI ) dan Taman Dewasa ( MULO Tamansiswa ). Begitupun tempat belajar selain di Jalan Garuda No.71 juga menggunakan gedung di Jalan Garuda No. 73, 82, 52 dan 46 sekaligus untuk asrama siswa, tempat tinggal pamong dan pimpinan Perguruan. Selain itu membuka ranting perguruan di Jatibaru Tanah Abang, Petojo, Kebon Jeruk, Sawah Besar, Jatinegara dan Kramat dekat pasar genjing.

Oleh adanya konflik internal di Perguruan Tamansiswa Cabang Jakarta antara pamong dan pimpinan sehingga mengakibatkan sebanyak 22 orang pamong menyatakan keluar dan oleh sebab itu terlepas pula Ranting Tamansiswa di Petojo dan Kebon Jeruk dari Tamansiswa Cabang Jakarta, selanjutnya berdiri sendiri dan berganti nama menjadi Perguruan Budi Arti (Oktober 1934).

Pada tanggal 8 Maret 1942 Jepang masuk menduduki daerah bekas Jajahan Belanda, awalnya kehadirannya disambut baik oleh sebagian besar rakyat termasuk orang-orang Tamansiswa, kedatangan bala tentara Jepang dianggap akan memberi kemerdekaan kepada Indonesia oleh karena itu sebagian pamong Tamansiswa menganggap perjuangan Tamansiswa sudah selesai, kemudian Ki Mangunsarkoro kembali ke Joyakarta dan sebagian pamong menjadi pegawai pemerintah.

Setelah ditutup lebih kurang dua tahun, maka berkat usaha Ki Moh.Said Reksohadiprodjo dan Ki R. Sukamto, Perguruan Tamansiswa Cabang Jakarta dibuka kembali pada 14 Juli 1944 dengan menempati 2 buah rumah sewa diujung jalan Kadiman ( sekarang Jl.Gunung Sahari IV) dengan menyelenggarakan Taman Indria dan Taman Muda. Ketua Perguruan dijabat oleh Ki R. Sukamto. Untuk memperkuat kedudukan Perguruan Tamansiswa Cabang Jakarta khususnya dari perundang-undangan pemerintahan pendudukan Jepang, maka Perguruan Tamansiswa Cabang Jakarta didaftar kepada Notaris dengan Akte Notaris R.Kadiman No.20 tertanggal 13 September 1944 dengan nama “ Tamansiswa Jakarta Syuu “. Mejelang akhir tahun 1944, rumah-rumah dikawasan jalan Kadiman termasuk rumah yang ditempati oleh Perguruan Tamansiswa harus dikosongkan karena akan digunakan untuk Markas Angkatan Laut Jepang atau Kaigun, namun berkat diplomasi Ki Moh. Said Reksohadiprodjo kepada komandan Angkatan Laut Jepang, khususnya dengan Kolonel Maeda maka Tamansiswa ditunjuk untuk menempati gedung bekas Rumah Sakit Palang Dua di Jalan Garuda No. 25 yang sudah lama ditinggalkan pemiliknya. Inilah yang sampai sekarang menjadi Gedung Perguruan Tamansiswa Cabang Jakarta Jalan Garuda No. 25 Kemayoran Jakarta Pusat .